PLAK!!!!
Sebuah tamparan
mendarat mulus tepat di pipi gadis itu. Tidak ada perlawanan apapun dari gadis
ini. Hanya diam dan diam yang dia lakukan.
“Kamu ya! Udah
berapa kali Papa bilang, jangan pulang larut malam. Mau jadi apa kamu?” Bentak
lelaki paruh baya yang sepertinya ayah dari gadis itu.
“Kasih pelajaran
aja anak bandel ini, Pa.” Sahut wanita paruh baya yang ada di sampingnya.
Gadis itu hanya
diam sembari melirik sinis ke arah wanita itu. Dia tak melakukan perlawanan
apapun. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan ayahnya yang masih
dalam keadaan marah.
Dia adalah seorang
Vellisya. Gadis manis yang kerap disapa Ve ini, dulunya terkenal ramah dan baik
hati, tapi kini dia berubah jadi gadis cuek yang tidak begitu peduli dengan
sekitarnya. Semua itu berawal dari kepergian ibunya beberapa bulan lalu.
***
Kini sudah larut
malam, tetapi Ve masih merenung di jendela kamarnya. Hawa dingin pun tak ia
hiraukan. Ia menerawang jauh, tersenyum tipis saat mengingat betapa bahagianya
keluarganya dulu ketika ibunya masih ada. Tapi senyuman itu luntur begitu saja,
dan diganti dengan air mata yang kini telah mengalir deras di pipinya mengingat
apa yang telah dilakukan ayahnya tadi.
“Ma, Ve kangen
mama. Ve kangen pelukan mama. Ve nggak punya siapa-siapa lagi disini ma. Ve
sendiri, papa berubah. Nggak ada yang peduli lagi sama Ve.” Lirih Ve dengan
diiringi isakan tangisnya.
Entah darimana
datangnya, sakit itu kembali lagi. Ve memegangi kepalanya yang kini sangat
terasa berat. Dia segera beranjak dari duduknya dan berjalan ke tempat tidurnya
dan mencari sesuatu di bawah bantalnya. Ya, dia mengambil sesuatu yang
sepertinya itu adalah obat. Dia segera meminumnya dan berbaring di kasur
bernuansa hijau kesayangannya itu.
***
Pagi-pagi sekali Ve
sudah sampai di sekolahnya. Inilah kebiasaan Ve, selalu datang paling awal.
Tapi tujuan pertamanya bukan langsung ke kelas, dia langsung menuju tempat yang
menurutnya bisa membuat dia tenang. Bukit yang ada di belakang sekolahnya,
itulah tempatnya.
“Selamat pagi
dunia!!!!” Teriaknya dari atas bukit.
Sepertinya ada yang
memperhatikan Ve dari belakang pohon di dekat Ve berdiri. Ve menyadari itu,
namun saat Ve menengok tidak ada siapa-siapa.
Saat Ve berjalan
mengendap-endap ke pohon itu........
“Hey tunggu!!”
Teriak Ve saat melihat seseorang yang ada di belakang pohon itu berjalan dengan
tergesa-gesa meninggalkan bukit.
Ve hanya melihat
sekilas, yang dia tau sepertinya dia seorang pemuda dan berkacamata. Karena
cueknya Ve, dia tidak begitu mempedulikan itu semua. Saat Ve akan beranjak
pergi dari bukit itu, kakinya menginjak sesuatu.
“Sapu tangan siapa
nih?” Gumam Ve.
Ve hanya berfikir
sejenak, tapi akhirnya dia hanya mengangkat bahunya dan segera kembali ke
sekolah.
Sampai di kelas, Ve
sudah disambut oleh teman-temannya.
“Ve, kok baru
dateng sih? Biasanya kan kamu dateng paling pagi. Kok ini siang? Macet ya?” Tanya
salah satu sahabatnya yang terkenal paling cerewet itu. Frisa.
“Frisa bawel, bisa
diem nggak.” Jawab Ve cuek sambil berjalan menuju bangkunya.
Ve duduk di kursi
dan menenggelamkan kepalanya diatas tangannya yang dia letakkan di meja.
“Ve!!” Seseorang
memanggil Ve yang membuat Ve kembali mengangkat kepalanya. Saat dia tau siapa
yang memanggilnya, dia segera mengambil sesuatu di dalam tasnya dan
menyerahkannya kepada orang itu. Sebut saja dia Retha. Sahabat Ve yang paling sombong
diantara sahabat Ve.
“Tau aja Ve.
Thanks.” Ucapnya dan berlalu begitu saja dari hadapan Ve.
“Ve!!!!!!!!!!!!!!!!”
Teriak seseorang lagi yang membuat Ve kesal dibuatnya.
“Stop buat nunjukin
merk-merk jam tangan atau semacamnya.” Cegah Ve sebelum mendengar ocehan
sahabatnya yang satu itu. Dia adalah Reysa, sahabat Ve yang paling centil.
“Ih, Ve kok gitu
sih. Aku kan Cuma pengen nunjukin style baru aku aja.” Ucapnya sambil cemberut.
“Terserah!!” Balas
Ve.
Bel masuk berbunyi.
Semua siswa-siswi pun masuk ke dalam kelas. Ve dan teman-temannya mengikuti
pelajaran dengan baik hingga bel istirahat pun berbunyi.
Ve bersama ketiga
sahabatnya, Frisa, Retha, dan Reysa berjalan di koridor sekolah. Saat
asik-asiknya berjalan tiba-tiba...BRUK!! Retha bertabrakan dengan seseorang.
Sialnya orang itu sedang membawa jus, dan jus itu tumpah di seragam Retha.
“Heh!! Punya mata
gak sih? Kalo jalan liat-liat dong. Dasar cupu!!” Maki Retha kepada orang itu
yang ternyata adalah cowok berkacamata yang memang terlihat seperti anak cupu.
“Kenapa diem?”
Bentak Retha.
Cowok itu hanya
menundukkan kepalanya.
“Heh, kalo ditanya
jawab dong!!” Bentak Reysa.
Sementara Ve, dia
sedari tadi hanya diam fokus dengan novel harry potternya. Itulah Ve, kalau
sahabat-sahabatnya itu sedang memaki-maki siswa-siswi yang menurut mereka
dibawahnya, Ve hanya diam tidak ikut campur.
“Punya mulut gak
sih dari tadi diem aja??” Bentak Retha lagi.
“So..so..so..sorry..”
Jawab cowok itu terbata-bata.
Sementara itu, Ve
ternyata sejak tadi memperhatikan cowok itu. Dia merasa kalau pernah melihat
cowok itu.
“Udahlah, dia juga
udah minta maaf.” Ve membela cowok itu.
Sahabat-sahabat Ve
pun menengok ke belakang. Mereka menatap heran Ve, karena tidak biasanya
sahabatnya itu ikut campur.
“Udah mending
kalian ke kantin sana!” Perintah Ve kepada sahabat-sahabatnya itu.
Akhirnya ketiga
sahabat Ve pun berjalan lebih dahulu pergi ke kantin. Sementara Ve, dia
menghampiri cowok yang masih menundukkan kepalanya itu.
“Ini punyamu
bukan?” Tanya Ve sambil mengulurkan sapu tangan yang dipegangnya kepada cowok
itu.
Cowok itu pun
mengangkat kepalanya.
“I..i..i..iya..”
Jawab cowok itu dengan gugup dan menerima sapu tangan itu.
“Aku duluan ya.”
Pamit Ve dan berlalu meninggalkan cowok itu.
Namun baru beberapa
langkah Ve berjalan, dia berhenti dan membalikkan badannya.
“Nanti aku tunggu
di taman belakang. Aku harap kamu mau datang.” Ucap Ve sebelum benar-benar
berlalu dari hadapan cowok itu.
***
Pulang
sekolah,cowok berkacamata tadi benar-benar datang ke taman belakang sekolah.
Tak lama kemudian, Ve datang dan langsung duduk di samping cowok itu.
“Sebenarnya kamu
siapa sih?” Tanya Ve.
“Aku..aku..aku..
Namaku Bima, Ve.” Jawab cowok itu gugup.
“Kamu tau namaku?”
Cowok yang ternyata bernama Bima itu hanya mengangguk.
“Oh, terus kenapa
tadi pagi kamu kenapa ngintip aku disini?” Tanya Ve lagi.
“Ehm..ehmm..aku..
Sebenarnya aku udah lama merhatiin kamu, aku kagum sama kamu.” Jawab Bima
jujur.
Ve mengangkat
alisnya.
“Kamu kagum sama
cewek cuek dan jutek kayak aku?” Tanya Ve heran.
“Maka dari itu,
karena kamu cuek dan jutek aku pengen kenal kamu. Yang aku dengar, kamu dulu
anaknya itu ramah dan selalu ceria. Tapi kenapa sekarang berubah?”
Ve menatap cowok
itu heran, kenapa dia begitu tau tentang dirinya.
“Aku nggak mau dibilang
cewek lemah aja.” Jawab Ve akhirnya.
Entah apa yang
membuat Ve bisa akrab dengan Bima. Padahal tidak biasanya Ve bisa cepat akrab
seperti ini dengan orang yang baru dikenalnya.
“Kenapa? Emangnya
cewek yang jutek dan cuek itu menunjukkan kalau dia kuat? Kamu nggak perlu
seperti itu. Justru kalau kamu ceria kan nggak keliahatan kalau kamu ada
masalah.” Ucap Bima menasehati Ve.
“Cerewet deh, baru
kenal juga, udah sok nasehatin aku. Huuu..” Balas Ve sambil tertawa kecil.
“Loh, bener tau.
Enak juga dilihatnya, udah cantik, baik, ramah, ceria lagi.” Puji Bima.
“Lebay banget sih.
Haha..” Ve tertawa sambil memukul lengan Bima.
“Baru kali ini liat
si jutek ketawa.” Ledek Bima.
Ve menghentikan
tawanya dan menunjukkan wajah juteknya kembali.
“Aduh ampun, jangan
makan saya.” Bima menutup matanya.
“Hahahahahaha..
Bima..Bima.. Lucu banget sih. Kamu asik juga ya.” Puji Ve.
“Biasa aja, Bima
gitu!!” Bangga Bima sambil mengangkat kerahnya dan membenarkan kacamatanya.
***
Sejak saat itulah,
Ve kembali menjadi sosok yang ceria. Dia juga bersahabat baik dengan Bima
sekarang. Tapi sayang, Ve jadi dikucilkan di kelasnya. Itu semua karena ketiga
sahabatnya tidak suka apabila Ve bersahabat dengan Bima. Mereka menganggap Bima
itu bukan level mereka. Banyak sekali fitnah yang diterima Ve dikelasnya karena
ulah ketiga sahabatnya itu. Tapi Ve tetap sabar, karena dia selalu diberi
dukungan oleh Bima yang sekarang menjadi sahabat dekatnya.
Hanya satu hal yang
sampai saat ini belum diketahui Bima maupun ketiga sahabatnya, Retha, Frisa,
dan Reysa yaitu tentang penyakit yang diderita Ve saat ini. Kanker yang
beberapa lama ini sudah bersarang di otaknya. Ve memang tidak ingin siapapun
tau tentang penyakitnya itu. Bahkan papanya pun juga tak tau.
Sekarang Ve merasa
hanya mempunyai Bima di sampingnya. Papanya sudah tidak memperhatikannya lagi.
Sementara ketiga sahabatnya, kini telah menjauh dari Ve bahkan mereka memusuhi
Ve. Ve hanya bisa tersenyum saat Bima di sampingnya. Seperti saat ini, Ve dan
Bima sedang bersenda gurau di taman belakang sekolah seperti biasanya.
“Bim, kayaknya aku
punya sesuatu deh buat kamu.” Ucap Ve.
“Apa?”
Ve yang segera
beranjak berdiri dan menarik tangan Bima.
“Eh..eh..mau kemana
sih?”
“Udah deh pokoknya
ikut aja.”
Ve segera masuk ke
mobilnya dan diikuti Bima yang ikut masuk ke mobil Ve. Ve mulai mengendarai
mobilnya. Dan tidak lama kemudian mereka sampai di tempat tujuannya, salon. Ya,
Ve memang mengajak Bima ke salon.
“Mbak, tolong make
over sahabat saya ini ya.” Ucap Ve kepada penjaga salon.
“Tap..tapi Ve..”
Bima mencoba menolak, tapi Ve justru mendorongnya. Bima pun tidak bisa berbuat
apa-apa. Akhirnya dia menurut saja.
Dua jam telah
berlalu. Ve yang kelelahan ternyata masih tidur lelap di kursi tunggu. Namun
tidurnya terusik karena ada seseorang yang menggoyang-goyangkan badannya.
Akhirnya Ve terbangun, namun saat ia terbangun ia justru dibuat kaget dengan
apa yang ada di hadapannya sekarang.
“Kamu Bima?” Tanya
Ve.
“Ya iyalah, Ve.”
Jawab Bima.
“Yakin?” Ternyata
Ve masih belum percaya dengan makhluk yang ada di hadapannya itu. Bagaimana
tidak, Bima yang tadinya dijuluki si cowok cupu sekarang berubah menjadi si
cowok keren. Dan itu semua karena make over tadi tentunya.
***
Sejak saat itu, Bima
tidak pernah diejek lagi di sekolahnya. Justru kini dia jadi idola. Bahkan
Retha, yang notabennya sering sekali menghina Bima kini justru tergila-gila
pada Bima. Mereka juga semakin dekat, tapi dibalik itu semua ternyata ada yang
mengganjal. Ve, yang tadinya begitu dekat dengan Bima, sekarang mereka menjadi
jauh. Entah mengapa, Bima sekarang jauh lebih memilih dekat dengan Retha
dibanding Ve yang padahal dia telah membuatnya jadi idola seperti sekarang ini.
Bima seakan lupa kalau dia mempunyai sahabat yang bernama Ve.
Kini Ve benar-benar
merasa sendiri, apalagi dia diusir dari rumahnya karena fitnah ibu tirinya. Papanya
sudah benar-benar tidak peduli dengannya.
Sekarang Ve duduk
terdiam di kursi taman belakang sekolahnya. Air mata tidak berhenti mengalir deras
di pipinya. Tiba-tiba rasa sakit itu datang lagi. Kali ini berbeda, Ve merasa
akan ada sesuatu yang terjadi padanya. Ve mengeluarkan secarik kertas dan mulai
menggoreskan tinta di atasnya. Entah apa yang ditulisnya. Setelah selesai, dia
memasukkan kertas itu ke dalam amplop. Pada saat itu juga, Ve tergeletak lemas
tak berdaya. Untungnya sedari tadi ada yang memperhatikannya, Frisa yang dulu
pernah jadi sahabat Ve. Ternyata dia masih menyimpan rasa perduli terhadap Ve.
Frisa segera membawa Ve ke rumah sakit.
***
Di sisi lain, Bima
terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Kecelakaan menimpanya saat di
perjalanan. Bahkan dia telah divonis buta oleh dokter.
Frisa masih
menangis mengetahui bahwa Ve mengidap peyakit kanker otak. Dia merasa bersalah
karena dulu pernah menyakiti Ve.
“Ve, maafin aku..”
Lirih Frisa.
Tiba-tiba tangan Ve
bergerak, dan perlahan matanya terbuka. Frisa senang sekali karena Ve sudah
sadar. Begitu juga dengan Ve yang juga senang karena ternyata masih ada yang
perduli dengannya.
“Bima..” Lirih Ve.
“Bima kecelakaan
Ve, dia buta.” Ucap Frisa menunduk.
Air mata kembali menetes di pipi Ve. Ve meminta kertas kepada Frisa, dan
dia menulis seusatu di kertas itu.
Setelah selesai menulis, setetes darah kembali mengalir di hidung Ve, dan
kepalanya kembali sakit. Kali ini sakit itu begitu menyiksanya. Tiba-tiba mata
Ve terpejam dan elektrokardiograf menunjukkan garis-garis lurus yang menunjukkan
bahwa dia telah diambil oleh yang kuasa.
“Ve!!!!” Teriak Frisa menangis.
***
Seseorang masih terduduk di kursi rodanya. Dia memandang nanar batu nisan
yang ada di hadapannya sekarang. Air mata menetes di pipinya. Di tangannya
menggenggam kertas yang telah terukir indah oleh tulisan Ve.
Bima, maafin aku ya aku harus pergi ninggalin kamu. Aku
nggak bisa menamani kamu. Sebenarnya di saat-saat akhirku aku ingin terus sama
kamu, tapi sepertinya kamu lebih memilih bersama Retha. Nggak apa-apa kok,
semoga kamu bahagia. Makasih ya buat semuanya. Aku nggak bisa kasih apa-apa
buat kamu, aku Cuma bisa memberikan mata ini. Cuma satu permintaanku, jaga
baik-baik mata ini ya. Aku sayang kamu Bima sahabatku. Kamu sahabat terbaikku.
“Maafin aku Ve..” Lirih Bima.
Terlihat secercah cahaya yang membentuk sesosok gadis cantik di hadapan
Bima. Dia adalah Ve.
“Ya allah, jagalah dia. Apapun yang dia lakukan kepadaku, aku akan tetap
menyayanginya. Karena dia adalah sahabat terbaikku.” Do’a terakhir Ve untuk
Bima.
-THE END-