Translate

Rabu, 17 Juli 2013

CERPEN ^_^ Untuk Sahabat ^_^




PLAK!!!!
Sebuah tamparan mendarat mulus tepat di pipi gadis itu. Tidak ada perlawanan apapun dari gadis ini. Hanya diam dan diam yang dia lakukan.
“Kamu ya! Udah berapa kali Papa bilang, jangan pulang larut malam. Mau jadi apa kamu?” Bentak lelaki paruh baya yang sepertinya ayah dari gadis itu.
“Kasih pelajaran aja anak bandel ini, Pa.” Sahut wanita paruh baya yang ada di sampingnya.
Gadis itu hanya diam sembari melirik sinis ke arah wanita itu. Dia tak melakukan perlawanan apapun. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan ayahnya yang masih dalam keadaan marah.
Dia adalah seorang Vellisya. Gadis manis yang kerap disapa Ve ini, dulunya terkenal ramah dan baik hati, tapi kini dia berubah jadi gadis cuek yang tidak begitu peduli dengan sekitarnya. Semua itu berawal dari kepergian ibunya beberapa bulan lalu.
***
Kini sudah larut malam, tetapi Ve masih merenung di jendela kamarnya. Hawa dingin pun tak ia hiraukan. Ia menerawang jauh, tersenyum tipis saat mengingat betapa bahagianya keluarganya dulu ketika ibunya masih ada. Tapi senyuman itu luntur begitu saja, dan diganti dengan air mata yang kini telah mengalir deras di pipinya mengingat apa yang telah dilakukan ayahnya tadi.
“Ma, Ve kangen mama. Ve kangen pelukan mama. Ve nggak punya siapa-siapa lagi disini ma. Ve sendiri, papa berubah. Nggak ada yang peduli lagi sama Ve.” Lirih Ve dengan diiringi isakan tangisnya.
Entah darimana datangnya, sakit itu kembali lagi. Ve memegangi kepalanya yang kini sangat terasa berat. Dia segera beranjak dari duduknya dan berjalan ke tempat tidurnya dan mencari sesuatu di bawah bantalnya. Ya, dia mengambil sesuatu yang sepertinya itu adalah obat. Dia segera meminumnya dan berbaring di kasur bernuansa hijau kesayangannya itu.
***
Pagi-pagi sekali Ve sudah sampai di sekolahnya. Inilah kebiasaan Ve, selalu datang paling awal. Tapi tujuan pertamanya bukan langsung ke kelas, dia langsung menuju tempat yang menurutnya bisa membuat dia tenang. Bukit yang ada di belakang sekolahnya, itulah tempatnya.
“Selamat pagi dunia!!!!” Teriaknya dari atas bukit.
Sepertinya ada yang memperhatikan Ve dari belakang pohon di dekat Ve berdiri. Ve menyadari itu, namun saat Ve menengok tidak ada siapa-siapa.
Saat Ve berjalan mengendap-endap ke pohon itu........
“Hey tunggu!!” Teriak Ve saat melihat seseorang yang ada di belakang pohon itu berjalan dengan tergesa-gesa meninggalkan bukit.
Ve hanya melihat sekilas, yang dia tau sepertinya dia seorang pemuda dan berkacamata. Karena cueknya Ve, dia tidak begitu mempedulikan itu semua. Saat Ve akan beranjak pergi dari bukit itu, kakinya menginjak sesuatu.
“Sapu tangan siapa nih?” Gumam Ve.
Ve hanya berfikir sejenak, tapi akhirnya dia hanya mengangkat bahunya dan segera kembali ke sekolah.
Sampai di kelas, Ve sudah disambut oleh teman-temannya.
“Ve, kok baru dateng sih? Biasanya kan kamu dateng paling pagi. Kok ini siang? Macet ya?” Tanya salah satu sahabatnya yang terkenal paling cerewet itu. Frisa.
“Frisa bawel, bisa diem nggak.” Jawab Ve cuek sambil berjalan menuju bangkunya.
Ve duduk di kursi dan menenggelamkan kepalanya diatas tangannya yang dia letakkan di meja.
“Ve!!” Seseorang memanggil Ve yang membuat Ve kembali mengangkat kepalanya. Saat dia tau siapa yang memanggilnya, dia segera mengambil sesuatu di dalam tasnya dan menyerahkannya kepada orang itu. Sebut saja dia Retha. Sahabat Ve yang paling sombong diantara sahabat Ve.
“Tau aja Ve. Thanks.” Ucapnya dan berlalu begitu saja dari hadapan Ve.
“Ve!!!!!!!!!!!!!!!!” Teriak seseorang lagi yang membuat Ve kesal dibuatnya.
“Stop buat nunjukin merk-merk jam tangan atau semacamnya.” Cegah Ve sebelum mendengar ocehan sahabatnya yang satu itu. Dia adalah Reysa, sahabat Ve yang paling centil.
“Ih, Ve kok gitu sih. Aku kan Cuma pengen nunjukin style baru aku aja.” Ucapnya sambil cemberut.
“Terserah!!” Balas Ve.
Bel masuk berbunyi. Semua siswa-siswi pun masuk ke dalam kelas. Ve dan teman-temannya mengikuti pelajaran dengan baik hingga bel istirahat pun berbunyi.
Ve bersama ketiga sahabatnya, Frisa, Retha, dan Reysa berjalan di koridor sekolah. Saat asik-asiknya berjalan tiba-tiba...BRUK!! Retha bertabrakan dengan seseorang. Sialnya orang itu sedang membawa jus, dan jus itu tumpah di seragam Retha.
“Heh!! Punya mata gak sih? Kalo jalan liat-liat dong. Dasar cupu!!” Maki Retha kepada orang itu yang ternyata adalah cowok berkacamata yang memang terlihat seperti anak cupu.
“Kenapa diem?” Bentak Retha.
Cowok itu hanya menundukkan kepalanya.
“Heh, kalo ditanya jawab dong!!” Bentak Reysa.
Sementara Ve, dia sedari tadi hanya diam fokus dengan novel harry potternya. Itulah Ve, kalau sahabat-sahabatnya itu sedang memaki-maki siswa-siswi yang menurut mereka dibawahnya, Ve hanya diam tidak ikut campur.
“Punya mulut gak sih dari tadi diem aja??” Bentak Retha lagi.
“So..so..so..sorry..” Jawab cowok itu terbata-bata.
Sementara itu, Ve ternyata sejak tadi memperhatikan cowok itu. Dia merasa kalau pernah melihat cowok itu.
“Udahlah, dia juga udah minta maaf.” Ve membela cowok itu.
Sahabat-sahabat Ve pun menengok ke belakang. Mereka menatap heran Ve, karena tidak biasanya sahabatnya itu ikut campur.
“Udah mending kalian ke kantin sana!” Perintah Ve kepada sahabat-sahabatnya itu.
Akhirnya ketiga sahabat Ve pun berjalan lebih dahulu pergi ke kantin. Sementara Ve, dia menghampiri cowok yang masih menundukkan kepalanya itu.
“Ini punyamu bukan?” Tanya Ve sambil mengulurkan sapu tangan yang dipegangnya kepada cowok itu.
Cowok itu pun mengangkat kepalanya.
“I..i..i..iya..” Jawab cowok itu dengan gugup dan menerima sapu tangan itu.
“Aku duluan ya.” Pamit Ve dan berlalu meninggalkan cowok itu.
Namun baru beberapa langkah Ve berjalan, dia berhenti dan membalikkan badannya.
“Nanti aku tunggu di taman belakang. Aku harap kamu mau datang.” Ucap Ve sebelum benar-benar berlalu dari hadapan cowok itu.
***
Pulang sekolah,cowok berkacamata tadi benar-benar datang ke taman belakang sekolah. Tak lama kemudian, Ve datang dan langsung duduk di samping cowok itu.
“Sebenarnya kamu siapa sih?” Tanya Ve.
“Aku..aku..aku.. Namaku Bima, Ve.” Jawab cowok itu gugup.
“Kamu tau namaku?” Cowok yang ternyata bernama Bima itu hanya mengangguk.
“Oh, terus kenapa tadi pagi kamu kenapa ngintip aku disini?” Tanya Ve lagi.
“Ehm..ehmm..aku.. Sebenarnya aku udah lama merhatiin kamu, aku kagum sama kamu.” Jawab Bima jujur.
Ve mengangkat alisnya.
“Kamu kagum sama cewek cuek dan jutek kayak aku?” Tanya Ve heran.
“Maka dari itu, karena kamu cuek dan jutek aku pengen kenal kamu. Yang aku dengar, kamu dulu anaknya itu ramah dan selalu ceria. Tapi kenapa sekarang berubah?”
Ve menatap cowok itu heran, kenapa dia begitu tau tentang dirinya.
“Aku nggak mau dibilang cewek lemah aja.” Jawab Ve akhirnya.
Entah apa yang membuat Ve bisa akrab dengan Bima. Padahal tidak biasanya Ve bisa cepat akrab seperti ini dengan orang yang baru dikenalnya.
“Kenapa? Emangnya cewek yang jutek dan cuek itu menunjukkan kalau dia kuat? Kamu nggak perlu seperti itu. Justru kalau kamu ceria kan nggak keliahatan kalau kamu ada masalah.” Ucap Bima menasehati Ve.
“Cerewet deh, baru kenal juga, udah sok nasehatin aku. Huuu..” Balas Ve sambil tertawa kecil.
“Loh, bener tau. Enak juga dilihatnya, udah cantik, baik, ramah, ceria lagi.” Puji Bima.
“Lebay banget sih. Haha..” Ve tertawa sambil memukul lengan Bima.
“Baru kali ini liat si jutek ketawa.” Ledek Bima.
Ve menghentikan tawanya dan menunjukkan wajah juteknya kembali.
“Aduh ampun, jangan makan saya.” Bima menutup matanya.
“Hahahahahaha.. Bima..Bima.. Lucu banget sih. Kamu asik juga ya.” Puji Ve.
“Biasa aja, Bima gitu!!” Bangga Bima sambil mengangkat kerahnya dan membenarkan kacamatanya.
***
Sejak saat itulah, Ve kembali menjadi sosok yang ceria. Dia juga bersahabat baik dengan Bima sekarang. Tapi sayang, Ve jadi dikucilkan di kelasnya. Itu semua karena ketiga sahabatnya tidak suka apabila Ve bersahabat dengan Bima. Mereka menganggap Bima itu bukan level mereka. Banyak sekali fitnah yang diterima Ve dikelasnya karena ulah ketiga sahabatnya itu. Tapi Ve tetap sabar, karena dia selalu diberi dukungan oleh Bima yang sekarang menjadi sahabat dekatnya.
Hanya satu hal yang sampai saat ini belum diketahui Bima maupun ketiga sahabatnya, Retha, Frisa, dan Reysa yaitu tentang penyakit yang diderita Ve saat ini. Kanker yang beberapa lama ini sudah bersarang di otaknya. Ve memang tidak ingin siapapun tau tentang penyakitnya itu. Bahkan papanya pun juga tak tau.
Sekarang Ve merasa hanya mempunyai Bima di sampingnya. Papanya sudah tidak memperhatikannya lagi. Sementara ketiga sahabatnya, kini telah menjauh dari Ve bahkan mereka memusuhi Ve. Ve hanya bisa tersenyum saat Bima di sampingnya. Seperti saat ini, Ve dan Bima sedang bersenda gurau di taman belakang sekolah seperti biasanya.
“Bim, kayaknya aku punya sesuatu deh buat kamu.” Ucap Ve.
“Apa?”
Ve yang segera beranjak berdiri dan menarik tangan Bima.
“Eh..eh..mau kemana sih?”
“Udah deh pokoknya ikut aja.”
Ve segera masuk ke mobilnya dan diikuti Bima yang ikut masuk ke mobil Ve. Ve mulai mengendarai mobilnya. Dan tidak lama kemudian mereka sampai di tempat tujuannya, salon. Ya, Ve memang mengajak Bima ke salon.
“Mbak, tolong make over sahabat saya ini ya.” Ucap Ve kepada penjaga salon.
“Tap..tapi Ve..” Bima mencoba menolak, tapi Ve justru mendorongnya. Bima pun tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya dia menurut saja.
Dua jam telah berlalu. Ve yang kelelahan ternyata masih tidur lelap di kursi tunggu. Namun tidurnya terusik karena ada seseorang yang menggoyang-goyangkan badannya. Akhirnya Ve terbangun, namun saat ia terbangun ia justru dibuat kaget dengan apa yang ada di hadapannya sekarang.
“Kamu Bima?” Tanya Ve.
“Ya iyalah, Ve.” Jawab Bima.
“Yakin?” Ternyata Ve masih belum percaya dengan makhluk yang ada di hadapannya itu. Bagaimana tidak, Bima yang tadinya dijuluki si cowok cupu sekarang berubah menjadi si cowok keren. Dan itu semua karena make over tadi tentunya.
***
Sejak saat itu, Bima tidak pernah diejek lagi di sekolahnya. Justru kini dia jadi idola. Bahkan Retha, yang notabennya sering sekali menghina Bima kini justru tergila-gila pada Bima. Mereka juga semakin dekat, tapi dibalik itu semua ternyata ada yang mengganjal. Ve, yang tadinya begitu dekat dengan Bima, sekarang mereka menjadi jauh. Entah mengapa, Bima sekarang jauh lebih memilih dekat dengan Retha dibanding Ve yang padahal dia telah membuatnya jadi idola seperti sekarang ini. Bima seakan lupa kalau dia mempunyai sahabat yang bernama Ve.
Kini Ve benar-benar merasa sendiri, apalagi dia diusir dari rumahnya karena fitnah ibu tirinya. Papanya sudah benar-benar tidak peduli dengannya.
Sekarang Ve duduk terdiam di kursi taman belakang sekolahnya. Air mata tidak berhenti mengalir deras di pipinya. Tiba-tiba rasa sakit itu datang lagi. Kali ini berbeda, Ve merasa akan ada sesuatu yang terjadi padanya. Ve mengeluarkan secarik kertas dan mulai menggoreskan tinta di atasnya. Entah apa yang ditulisnya. Setelah selesai, dia memasukkan kertas itu ke dalam amplop. Pada saat itu juga, Ve tergeletak lemas tak berdaya. Untungnya sedari tadi ada yang memperhatikannya, Frisa yang dulu pernah jadi sahabat Ve. Ternyata dia masih menyimpan rasa perduli terhadap Ve. Frisa segera membawa Ve ke rumah sakit.
***
Di sisi lain, Bima terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Kecelakaan menimpanya saat di perjalanan. Bahkan dia telah divonis buta oleh dokter.
Frisa masih menangis mengetahui bahwa Ve mengidap peyakit kanker otak. Dia merasa bersalah karena dulu pernah menyakiti Ve.
“Ve, maafin aku..” Lirih Frisa.
Tiba-tiba tangan Ve bergerak, dan perlahan matanya terbuka. Frisa senang sekali karena Ve sudah sadar. Begitu juga dengan Ve yang juga senang karena ternyata masih ada yang perduli dengannya.
“Bima..” Lirih Ve.
“Bima kecelakaan Ve, dia buta.” Ucap Frisa menunduk.
Air mata kembali menetes di pipi Ve. Ve meminta kertas kepada Frisa, dan dia menulis seusatu di kertas itu.
Setelah selesai menulis, setetes darah kembali mengalir di hidung Ve, dan kepalanya kembali sakit. Kali ini sakit itu begitu menyiksanya. Tiba-tiba mata Ve terpejam dan elektrokardiograf menunjukkan garis-garis lurus yang menunjukkan bahwa dia telah diambil oleh yang kuasa.
“Ve!!!!” Teriak Frisa menangis.
***
Seseorang masih terduduk di kursi rodanya. Dia memandang nanar batu nisan yang ada di hadapannya sekarang. Air mata menetes di pipinya. Di tangannya menggenggam kertas yang telah terukir indah oleh tulisan Ve.
Bima, maafin aku ya aku harus pergi ninggalin kamu. Aku nggak bisa menamani kamu. Sebenarnya di saat-saat akhirku aku ingin terus sama kamu, tapi sepertinya kamu lebih memilih bersama Retha. Nggak apa-apa kok, semoga kamu bahagia. Makasih ya buat semuanya. Aku nggak bisa kasih apa-apa buat kamu, aku Cuma bisa memberikan mata ini. Cuma satu permintaanku, jaga baik-baik mata ini ya. Aku sayang kamu Bima sahabatku. Kamu sahabat terbaikku.
“Maafin aku Ve..” Lirih Bima.
Terlihat secercah cahaya yang membentuk sesosok gadis cantik di hadapan Bima. Dia adalah Ve.
“Ya allah, jagalah dia. Apapun yang dia lakukan kepadaku, aku akan tetap menyayanginya. Karena dia adalah sahabat terbaikku.” Do’a terakhir Ve untuk Bima.

-THE END-